Hati
Yang Terbelenggu
By;
Al Manar Fateh
Senja
yang indah di ufuk barat, berwarna merah dan semburat jingga disertai burung
burung yang terbang kembali ke sarang setelah seharian mencari makan.
Aku duduk disini, di atas motor bututku memandangi luasnya lahan persawahan yang ditanami padi sudah mulai menguning dan juga memandangi karya sang Pencipta yang selalu membuat aku kagum atas cipataanNya, namun bukan itu saja, saat ini aku sedang memikirkan sesuatu ehh… seseorang lebih tepatnya, yaa.. dia adalah seorang gadis yang aku lihat waktu acara gathering kampus satu bulan yang lalu sebelum liburan tiba, gadis itu sudah membuat jantung ini bergedup lebih cepat seperti putaran mesin 1000 rpm. Entah apa yang membuatku begitu. Sudah satu bulan lebih aku meninggalkan kampusku untuk berlibur dan liburannya kini hanya tinggal tiga hari.
Aku duduk disini, di atas motor bututku memandangi luasnya lahan persawahan yang ditanami padi sudah mulai menguning dan juga memandangi karya sang Pencipta yang selalu membuat aku kagum atas cipataanNya, namun bukan itu saja, saat ini aku sedang memikirkan sesuatu ehh… seseorang lebih tepatnya, yaa.. dia adalah seorang gadis yang aku lihat waktu acara gathering kampus satu bulan yang lalu sebelum liburan tiba, gadis itu sudah membuat jantung ini bergedup lebih cepat seperti putaran mesin 1000 rpm. Entah apa yang membuatku begitu. Sudah satu bulan lebih aku meninggalkan kampusku untuk berlibur dan liburannya kini hanya tinggal tiga hari.
Malam
yang terasa dingin menusuk kulitku,tak biasanya malam ini begitu dingin. Dengan
secangkir kopi hitam panas buatan ibuku aku duduk di teras rumah sembari
memandangi lingkungan pedesaan yang tenang, damai dan indah. Dalam suasana itu
aku teringat seorang gadis, seorang gadis yang sangat cantik, tidak hanya
cantik wajahnya tapi juga cantik iman dan perasaannya. Aku tak tahu namanya,
memang waktu itu ketika aku hendak berkenalan dengannya setelah acara gathering
tiba-tiba seorang laki-laki tua berambut dan berjenggot putih langsung
menjemputnya dan membawanya untuk langsung menaiki mobil Toyota camry warna
putih. Aku pun tak tahu siapa laki-laki tua berjenggot dan berambut putih itu,
mungkin bapaknya atau kakeknya atau pamannya.
Aku
masih saja memikirkan gadis itu, sudah kucoba untuk melupakannya tapi masih
belum bisa. Bayangan wajahnya masih tersirat jelas didepan mataku. Pulpen dan
selembar kertas yang ada di samping kopi hitam panasku kuambil lalu kutulis
sebuah puisi untuk menggambarkan rasa cintaku kepadanya
Hati
Yang Terbelenggu
Saat
rindu menyesak di dada
Terbungkus
derita menyayat hati
Aku
seperti kehabisan nafas
Habis
oksigen karna merindukanmu
Aku takut
terbiasa dengan rasa ini
Membuat hati
jadi kebal rasa
Aku takut
terbiasa dengan rindu ini
Membuat hati
jadi mati rasa
Adakah
cinta tanpa mata?
Walau
sesaat ingin bertemu
Bebaskan
hati dari belenggu
Belenggu
rindu karna dirimu
Tiga bait puisi telah kuselesaikan, puisi tersebut
menggambarkan perasaanku saat ini. Kulipat kertas dan kumasukan kedalam dompet
untuk suatu saat nanti akan kuberikan kepada seoarang gadis yang setiap pagi
dan malam terbayang akan wajahnya yang indah.
Tak
terasa malam sudah semakin larut, lampu-lampu rumah pedesaan yang tadinya masih
hidup kini sudah mulai banyak yang dimatikan, Pemduduk desa mungkin segera
bergegas untuk istirahat dan tidur, hanya terlihat beberapa orang di pos ronda
yang sedang main catur untuk menghilangkan rasa ngantuk nya. Aku pun bergegas
masuk ke rumah dan langsung mengambil air wudhu sebelum tidur. Sebelum tidur
aku berdoa kepada Sang Maha Pencipta supaya aku besok masih diberi kesempatan
untuk hidup agar bisa melaksanakan dan menunaikan amalan-amalan yang baik sebagai
bekal di dunia dan di akhirat kelak.
Semarang, 21 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar