Sinar
senja mulai menampakan dirinya, membuat semua yang diterpanya berwarna merah menyala. Semuanya, tak
terkecuali mataku. Mataku merah, jantungku berdegup kencang. Ku hirup dalam-dalam aroma kebranian yang meledak-ledak. Betapa
banyak orang yang jatuh cinta pada senja. Banyak tapi tidak termasuk aku
Aku
termenung dalam sebuah tempat. Ditemani oleh nyanyian burung serta di hibur
oleh tiupan angin yang berhembus dari timur menuju barat. Kukeluarkan seluring
bambuku. Kutiup seruling itu dengan penuh penghayatan. Seruling bambu itu
menghipnotis setiap makhluk yang mendengarkannya. Tak seorang pun dapat menolak
keindahan nada seruling itu.
Sesosok
perempuan berkerudung hijau kulihat
duduk meknimati nada-nada dari seruling yang kutiup. Aku menghampiri dia dan
kemudian mengajak dia berkenalan.
“ Selamat senja wahai penikmat
kesendirian” sapaku dengan halus
“ Selamat senja kembali”
“ Bolehkah aku mengetahui namamu?”
sambil ku ulurkan tanganku
“ Fierda”
“ Mengapa kau ada disini? Sebelumnya
aku tak pernah melihat ada orang yang ke tempat
Kecuali aku”
“ Iya memang betul itu. Aku kesini untuk
menyejukan pikiranku yang tengah keruh oleh
suatu hal yang membuat diriku menjadi sedih. Bolehkah aku bercerita
sesuatu kepadamu? Dengan muka yang berkaca-kaca
“ Silahkan, Curahkan segala
masalahmu kepadaku. Sudah biasa diri ini menjadi tempat untuk curhat dan semoga
setelah kau ceritakan masalahmu kepadaku kau bisa agak sedikit bahagia.”
“ Okey.cerita ini kumulai dengan
seorang sahabat dekatku”
Beberpa
hari yang lalu. Aku dan sahabatku yang bernama Jannat pergi mengujungi sebuah
perbukitan yang letaknya tak jauh dari rumahku. kami pergi pada siang hari.
Kami bermain permainan yang dulu kami lakukan waktu masih berumur 5 tahun. Tawa
bahagia keluar dari mulut kami berdua. Setelah sekian lama kami tak berjumpa
karena di pisahkan oleh jarak.
Senja
mulai menghampiri kami berdua. Jannat mengeluarkan biola dari tasnya. Sudah
lama aku tak mendengar gesekan biola dari jannat. Dia memainkan biola dengan
nada-nada yang indah. Mendengarkan nada yang indah dari gesekan biola jannat,
membuat hati kami menjadi lebih bahagia.
Gerimis
mulai membasahi tubuh kami. Sudah lama tak bermain dengan hujan. Hujan yang membuat
pikiran kami lebih segar. Waktulah yang berkuasa, membuat kami harus
meninggalkan suasana yang tengah bahagia. Salahkan saja waktu. Kenapa ia
membunuh senja dan menggantikannya dengan malam. Jika kalian menginginkan malam
yang panjang dan bergairah maka bersahabatlah dengan waktu.
***
Sinar
sang surya membangunkan kami. Membangunkan dari indahnya bunga tidur. Bunga
yang hanya ada ketika malam datang. Setelah bangun kami langsung melanjutkan
petualang yang belum sempat kami selesaikan kemarin, karena waktulah yang
berkuasa. Petualangan kali ini kami mulai di pinggir danau, untuk melihat
sebuah pertunjukan. Pertunjukan yang ditayangkan langsung oleh sang pencipta.
Pertunjukan tanpa sebuah iklan dan hanya berlangsung singkat.
Pertunjukkan
jatuhnya meteor ke bumi. Informasi tersebut kami dapatkan dari berita di Koran
bahwa ada komet yang akan jatuh kebumi pada hari ini. Sambil menunggu
pertunjukkan mulai, Jannat memainkan biolanya. Jannat memainkan biolanya dengan
nada yang menyenangkan. Membuat kami semangat untuk melihat pertunjukkan
jatuhnya meteor kebumi.
Suara
gemuruh tiba-tiba mengalahkan suara gesekan bioala dari jannat. kami melihat
jatuhnya komet. Mereka seperti lomba lari, saling mendahului untuk sampai ke
daratan bumi. Kemudian Jannat berlari menuju sebuah bukit. Mengikuti alur dari
jatuhnya meteor. Diatas bukit jannat memainkan biolannya. Aku menikmati setap
gesekan suara biola yang dimainkan oleh jannat sembari mendengarkan suara
gemuruh dadri langit yang membawa meteor menuju bumi.
Setelah
beberapa detik aku menikmati suara gesekan biola jannat. Tak kudengar lagi
suara itu dan aku pun tak melihat lagi jannat dari kejauhan. Kemudian aku
langsung menuju atas bukit dan melihat sebuah keadaan yang membuat ku
tercengang. Yaitu jannat telah berlumuran darah. Jannat jatuh disamping bukit
dengan sebuah meteor menancap kepalanya. Jannat terkena serpihan meteor. Meteor
yang seharusnya kami lihat bersama-sama. Meteor itu malah membuat sahabatku
jannat pergi untuk selama-lamanya.
Kejadian
yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Takdir memang tak bisa dilawan. Semua
hanya bisa berikhtiar.. Kini satu-satunya sahabatku telah tiada. Rasa sedih
kini menyelimuti hatiku.. Tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa merenungi nasib
yang sudah menjadi bubur. Dan untuk menenangkan pikiran dan hati yang sedang
kelabu, aku menghabiskan waktu senjaku di tempat ini
***.
Setelah
Fierda menceritakan masalahnya. Aku mengetahu bahwa masalahnya adalah
kesedihan. Sahabat yang disayang harus pergi ke tempat yang lebih tenang.
Kesedihan tak dapat kita hindari. Maut juga tak dapat dihindari. Maka dari itu
kita harus meningkatkan iman dan taqwa kita kepada sang pencipta. Dengan
meningkatkan itu semua maka kita akan menjadi orang-orang yang berada di jalan
yang lurus. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin serta beramal shaleh adalah suatu
akhlak yang baik dan terpuji.
Semarang, 04 Oktober 2016