Selasa, 11 Oktober 2016

Senja yang sia



Sinar senja mulai menampakan dirinya, membuat semua yang diterpanya  berwarna merah menyala. Semuanya, tak terkecuali mataku. Mataku merah, jantungku berdegup kencang. Ku hirup dalam-dalam  aroma kebranian yang meledak-ledak. Betapa banyak orang yang jatuh cinta pada senja. Banyak tapi tidak termasuk aku
Aku termenung dalam sebuah tempat. Ditemani oleh nyanyian burung serta di hibur oleh tiupan angin yang berhembus dari timur menuju barat. Kukeluarkan seluring bambuku. Kutiup seruling itu dengan penuh penghayatan. Seruling bambu itu menghipnotis setiap makhluk yang mendengarkannya. Tak seorang pun dapat menolak keindahan nada seruling itu.
Sesosok perempuan berkerudung hijau  kulihat duduk meknimati nada-nada dari seruling yang kutiup. Aku menghampiri dia dan kemudian mengajak dia berkenalan.
            “ Selamat senja wahai penikmat kesendirian” sapaku dengan halus
            “ Selamat senja kembali”
            “ Bolehkah aku mengetahui namamu?” sambil ku ulurkan tanganku
            “ Fierda”
            “ Mengapa kau ada disini? Sebelumnya aku tak pernah melihat ada orang yang ke tempat
               Kecuali aku”
             Iya memang betul itu. Aku kesini untuk menyejukan pikiranku yang tengah keruh oleh    suatu hal yang membuat diriku menjadi sedih. Bolehkah aku bercerita sesuatu kepadamu? Dengan muka yang berkaca-kaca
            “ Silahkan, Curahkan segala masalahmu kepadaku. Sudah biasa diri ini menjadi tempat untuk curhat dan semoga setelah kau ceritakan masalahmu kepadaku kau bisa agak sedikit bahagia.”
            “ Okey.cerita ini kumulai dengan seorang sahabat dekatku”
Beberpa hari yang lalu. Aku dan sahabatku yang bernama Jannat pergi mengujungi sebuah perbukitan yang letaknya tak jauh dari rumahku. kami pergi pada siang hari. Kami bermain permainan yang dulu kami lakukan waktu masih berumur 5 tahun. Tawa bahagia keluar dari mulut kami berdua. Setelah sekian lama kami tak berjumpa karena di pisahkan oleh jarak.
            Senja mulai menghampiri kami berdua. Jannat mengeluarkan biola dari tasnya. Sudah lama aku tak mendengar gesekan biola dari jannat. Dia memainkan biola dengan nada-nada yang indah. Mendengarkan nada yang indah dari gesekan biola jannat, membuat hati kami menjadi lebih bahagia.
Gerimis mulai membasahi tubuh kami. Sudah lama tak bermain dengan hujan. Hujan yang membuat pikiran kami lebih segar. Waktulah yang berkuasa, membuat kami harus meninggalkan suasana yang tengah bahagia. Salahkan saja waktu. Kenapa ia membunuh senja dan menggantikannya dengan malam. Jika kalian menginginkan malam yang panjang dan bergairah maka bersahabatlah dengan waktu.
                                                                             ***
Sinar sang surya membangunkan kami. Membangunkan dari indahnya bunga tidur. Bunga yang hanya ada ketika malam datang. Setelah bangun kami langsung melanjutkan petualang yang belum sempat kami selesaikan kemarin, karena waktulah yang berkuasa. Petualangan kali ini kami mulai di pinggir danau, untuk melihat sebuah pertunjukan. Pertunjukan yang ditayangkan langsung oleh sang pencipta. Pertunjukan tanpa sebuah iklan dan hanya berlangsung singkat.
Pertunjukkan jatuhnya meteor ke bumi. Informasi tersebut kami dapatkan dari berita di Koran bahwa ada komet yang akan jatuh kebumi pada hari ini. Sambil menunggu pertunjukkan mulai, Jannat memainkan biolanya. Jannat memainkan biolanya dengan nada yang menyenangkan. Membuat kami semangat untuk melihat pertunjukkan jatuhnya meteor kebumi.
Suara gemuruh tiba-tiba mengalahkan suara gesekan bioala dari jannat. kami melihat jatuhnya komet. Mereka seperti lomba lari, saling mendahului untuk sampai ke daratan bumi. Kemudian Jannat berlari menuju sebuah bukit. Mengikuti alur dari jatuhnya meteor. Diatas bukit jannat memainkan biolannya. Aku menikmati setap gesekan suara biola yang dimainkan oleh jannat sembari mendengarkan suara gemuruh dadri langit yang membawa meteor menuju bumi.
Setelah beberapa detik aku menikmati suara gesekan biola jannat. Tak kudengar lagi suara itu dan aku pun tak melihat lagi jannat dari kejauhan. Kemudian aku langsung menuju atas bukit dan melihat sebuah keadaan yang membuat ku tercengang. Yaitu jannat telah berlumuran darah. Jannat jatuh disamping bukit dengan sebuah meteor menancap kepalanya. Jannat terkena serpihan meteor. Meteor yang seharusnya kami lihat bersama-sama. Meteor itu malah membuat sahabatku jannat pergi untuk selama-lamanya.
Kejadian yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Takdir memang tak bisa dilawan. Semua hanya bisa berikhtiar.. Kini satu-satunya sahabatku telah tiada. Rasa sedih kini menyelimuti hatiku.. Tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa merenungi nasib yang sudah menjadi bubur. Dan untuk menenangkan pikiran dan hati yang sedang kelabu, aku menghabiskan waktu senjaku di tempat ini
                                                                          ***.
Setelah Fierda menceritakan masalahnya. Aku mengetahu bahwa masalahnya adalah kesedihan. Sahabat yang disayang harus pergi ke tempat yang lebih tenang. Kesedihan tak dapat kita hindari. Maut juga tak dapat dihindari. Maka dari itu kita harus meningkatkan iman dan taqwa kita kepada sang pencipta. Dengan meningkatkan itu semua maka kita akan menjadi orang-orang yang berada di jalan yang lurus. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin serta beramal shaleh adalah suatu akhlak yang baik dan terpuji.
                                                                        Semarang, 04 Oktober 2016
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar