Sabtu, 20 Agustus 2016

Hati yang terbelenggu



 Hati Yang Terbelenggu

 By; Al Manar Fateh

Senja yang indah di ufuk barat, berwarna merah dan semburat jingga disertai burung burung yang terbang kembali ke sarang setelah seharian mencari makan.
Aku duduk disini, di atas motor bututku memandangi luasnya lahan persawahan yang ditanami padi sudah mulai menguning dan juga memandangi karya sang Pencipta yang selalu membuat aku kagum atas cipataanNya, namun bukan itu saja, saat ini aku sedang memikirkan sesuatu ehh… seseorang lebih tepatnya, yaa.. dia adalah seorang gadis yang aku lihat waktu acara gathering kampus satu bulan yang lalu sebelum liburan tiba, gadis itu sudah membuat jantung ini bergedup lebih cepat seperti putaran mesin 1000 rpm. Entah apa yang membuatku begitu. Sudah satu bulan lebih aku meninggalkan kampusku untuk berlibur dan liburannya kini hanya tinggal tiga hari.
Malam yang terasa dingin menusuk kulitku,tak biasanya malam ini begitu dingin. Dengan secangkir kopi hitam panas buatan ibuku aku duduk di teras rumah sembari memandangi lingkungan pedesaan yang tenang, damai dan indah. Dalam suasana itu aku teringat seorang gadis, seorang gadis yang sangat cantik, tidak hanya cantik wajahnya tapi juga cantik iman dan perasaannya. Aku tak tahu namanya, memang waktu itu ketika aku hendak berkenalan dengannya setelah acara gathering tiba-tiba seorang laki-laki tua berambut dan berjenggot putih langsung menjemputnya dan membawanya untuk langsung menaiki mobil Toyota camry warna putih. Aku pun tak tahu siapa laki-laki tua berjenggot dan berambut putih itu, mungkin bapaknya atau kakeknya atau pamannya.
Aku masih saja memikirkan gadis itu, sudah kucoba untuk melupakannya tapi masih belum bisa. Bayangan wajahnya masih tersirat jelas didepan mataku. Pulpen dan selembar kertas yang ada di samping kopi hitam panasku kuambil lalu kutulis sebuah puisi untuk menggambarkan rasa cintaku kepadanya
                                                            Hati Yang Terbelenggu
Saat rindu menyesak di dada
Terbungkus derita menyayat hati
Aku seperti kehabisan nafas
Habis oksigen karna merindukanmu
                                    Aku takut terbiasa dengan rasa ini
                                    Membuat hati jadi kebal rasa
                                    Aku takut terbiasa dengan rindu ini
                                    Membuat hati jadi mati rasa
 Adakah cinta tanpa mata?
Walau sesaat ingin bertemu
Bebaskan hati dari belenggu
Belenggu rindu karna dirimu
            Tiga bait puisi telah kuselesaikan, puisi tersebut menggambarkan perasaanku saat ini. Kulipat kertas dan kumasukan kedalam dompet untuk suatu saat nanti akan kuberikan kepada seoarang gadis yang setiap pagi dan malam terbayang akan wajahnya yang indah.
Tak terasa malam sudah semakin larut, lampu-lampu rumah pedesaan yang tadinya masih hidup kini sudah mulai banyak yang dimatikan, Pemduduk desa mungkin segera bergegas untuk istirahat dan tidur, hanya terlihat beberapa orang di pos ronda yang sedang main catur untuk menghilangkan rasa ngantuk nya. Aku pun bergegas masuk ke rumah dan langsung mengambil air wudhu sebelum tidur. Sebelum tidur aku berdoa kepada Sang Maha Pencipta supaya aku besok masih diberi kesempatan untuk hidup agar bisa melaksanakan dan menunaikan amalan-amalan yang baik sebagai bekal di dunia dan di akhirat kelak.
                                                                                    Semarang, 21 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar